GEREJA (EKKLESIA)
(Oleh: John Stott)
Pertanyaan
yang harus kita ajukan sebelum kita mulai ialah: Apakah gereja itu sebenarnya?
Gereja adalah jemaat, suatu perhimpunan
orang yang memperlihatkan eksistensi, solidaritas, yang berbeda dari
perhimpunan-perhimpunan lain untuk satu hal, yakni "panggilan Allah".
Semua itu dimulai dari Abraham, yang
dipanggil Allah untuk meninggalkan negerinya sendiri dan keluarganya. Allah
berjanji kepada Abraham bahwa ia akan diberikan negeri dan kaum keluarganya
akan menjadi suatu bangsa yang besar, dan melaluinya segala bangsa di muka bumi
ini akan diberkati. Berulang kali perjanjian anugerah ini ditegaskan kepada
Abraham, yakni melalui keturunannya semua bangsa di bumi akan diberkati. Janji
ini selanjutnya ditegaskan kepada Ishak, dan kepada Yakub. Tetapi Yakub
meninggal di dalam tawanan. Demikian juga anaknya yang terkenal, Yusuf.
Memang, di akhir kitab Kejadian
dijelaskan bahwa sesudah Yusuf meninggal dunia, mayatnya dibalsam dan
"ditaruh dalam peti mati di Mesir." (Kejadian 50:26) Namun
langkah-langkah pertama menuju penggenapan janji Allah baru terjadi ketika Ia,
melalui Musa, dari keturunan Lewi bin Yakub, menyelamatkan bangsa itu dari
perbudakan. "Ketika Israel masih muda, Kukasihi dia, dan dari Mesir
Kupanggil anak-Ku itu." (Hosea 11:1) Tiga bulan sesudah keluar mereka
memasuki padang gurun Sinai, dan Tuhan memerintahkan Musa untuk mengatakan
kepada bangsa itu:
"Kamu sendiri telah melihat apa yang
Kulakukan kepada orang Mesir, dan bagaimana Aku telah mendukung kamu di atas
sayap rajawali dan membawa kamu kepada-Ku. Jadi sekarang, jika kamu
sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka
kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab
Akulah yang empunya seluruh bumi. Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan iman dan
bangsa yang kudus." (Keluaran 19:4-6)
Maka perjanjian disahkan, hukum
diberikan, kemah suci didirikan, dan ibadah dimulai. Kemudian tanah perjanjian
ditaklukkan, dan setelah itu pemerintahan diteguhkan. Tetapi semuanya itu
berakhir dengan malapetaka. Umat Allah melanggar perjanjian-Nya, menolak
hukum-Nya, dan meremehkan nabi-nabi-Nya, sehingga tidak ada pertolongan bagi
mereka. Penghukuman Allah ditimpakan atas mereka, dan penawanan kedua (ke
Babel) dimulai.
Namun Allah tidak membiarkan umat-Nya.
Pada waktunya, sesuai dengan janji-Nya, Ia akan memberkati mereka. Ia memanggil
mereka keluar dari Babel -- sebagaimana Ia telah memanggil mereka keluar dari
Mesir -- serta mengembalikan mereka ke tanah air mereka sendiri. Seperti yang
dikatakan Allah melalui Yeremia:
"Sebab itu, demikianlah firman
Tuhan, sesungguhnya waktunya akan datang, bahwa tidak dikatakan orang lagi:
Demi Tuhan yang hidup yang menuntun orang Israel keluar dari tanah Mesir!,
melainkan: Demi Tuhan yang hidup yang menuntun orang Israel keluar dari tanah
utara dan dari segala negeri kemana Ia telah mencerai-beraikan mereka! Sebab
Aku akan membawa mereka pulang ke tanahyang telah Kuberikan kepada nenek moyang
mereka." (Yeremia 16:14-15)
Tetapi Allah juga telah menjanjikan
bahwa melalui umat-Nya Ia akan memberkati semua bangsa di dunia; dan ini
digenapi melalui Kristus. Sebab panggilan Allah -- mula-mula kepada keluarga
Abraham dari Ur dan dari Haran untuk memasuki tanah Kanaan, kemudian terhadap
keturunan Yakub dari Mesir, dan setelah itu terhadap sisa-sisa suku Yehuda dari
Babel -- semuanya memberikan bayangan akan suatu panggilan yang lebih baik,
penebusan yang lebih besar, dan warisan yang lebih berlimpah. Melalui kematian
dan kebangkitan Kristus, Allah bermaksud memanggil keluar dari dunia ini suatu
umat pilihan bagi diri-Nya sendiri, menebus mereka dari dosa, dan membuat
mereka mewarisi janji-janji keselamatan-Nya.
Maka gereja adalah umat Allah,
"ekklesia"-Nya, yang dipanggil keluar dari dunia ini untuk menjadi
milik-Nya, dan eksis sebagai entitas yang sungguh-sungguh ada dan terpisah,
semata-mata hanya karena panggilan- Nya. Perjanjian Baru sangat menuntut serta
menekankan hal ini. Allah telah memanggil kita "kepada persekutuan dengan
Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita," memanggil kita "menjadi milik
Kristus". (1 Korintus 1:9, Roma 1:6) Panggilan ilahi ini adalah suatu
"panggilan kudus". (2 Timotius 1:9, 1 Tesalonika 4:7) Allah memanggil
kita untuk hidup kudus karena Dia adalah Allah yang kudus, dan "supaya
hidup [kita] sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan
panggilan itu" (1 Petrus 1:15,16; Efesus 4:1), sehingga dengan kuasa
penyucian dari Roh Kudus kita boleh berubah di dalam karakter dan tingkah laku
sesuai dengan status kita, yakni sebagai "orang-orang kudus", yang
berbeda, terpisah; umat yang dikuduskan bagi Allah.
Namun, panggilan itu tidak dimaksudkan
agar gereja menarik diri keluar dari dunia kepada kehidupan pietisme.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Uskup Lesslie Newbigin, "Gereja ...
adalah sekelompok musafir yang sedang dalam perjalanan menuju akhir dari dunia
dan waktu." Dan pula, gereja merupakan khafilah umat Allah. Mereka sedang
bergerak -- bergegas menuju akhir dari dunia ini dan memohon agar semua orang
didamaikan dengan Allah, dan bersegera menuju akhir waktu untuk menjumpai
Tuhannya yang akan mengumpulkan semua orang menjadi satu.
Itulah sebabnya, lebih lanjut Newbigin
mengemukakan, "Gereja tidak mungkin dimengerti secara tepat kecuali di
dalam suatu sudut pandang misioner dan eskatologis sekaligus." Oleh
karena itu, penulis- penulis Perjanjian Baru mengemukakan, Allah yang telah
memanggil kita keluar dari dunia ini telah mengutus kita kembali ke dalam
dunia:
"Kamulah bangsa yang terpilih,
imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya
kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil
kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib." (1 Petrus 2:9)
Dia juga telah memanggil kita
sebagaimana Kristus telah menderita karena perlakuan yang tidak adil di dunia
ini, dan melalui penderitaan-Nya Dia telah memanggil kita "kepada
kemuliaan-Nya yang kekal dalam Kristus." (1 Petrus 2:20,21; 5:10)
Demikianlah gereja, umat Allah, yang
dipanggil keluar dari dunia bagi Dia sendiri, dipanggil untuk suatu misi,
dipanggil untuk menderita, dan dipanggil melalui penderitaan kepada kemuliaan.
Gereja
Allah adalah Gereja yang Esa
Panggilan terhadap gereja ini juga
merupakan panggilan terhadap seluruh gereja dan setiap anggota dari gereja,
tanpa suatu perbedaan atau pembagian apa pun. Sebelumnya, panggilan Allah hanya
ditujukan kepada Abraham dan keturunannya, yang secara jasmaniah adalah bangsa
Israel, sedangkan bangsa-bangsa non-Yahudi "tidak termasuk kewargaan
Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang
dijanjikan." (Efesus 2:12) Namun sekarang janji kepada Abraham itu telah
menjangkau dan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain juga. Maka Paulus
menuliskan kepada jemaat di Efesus:
"Tetapi sekarang di dalam Kristus
Yesus kamu, yang dahulu `jauh`, sudah menjadi `dekat` oleh darah Kristus.
Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan
yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan, sebab dengan matinya
sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan
ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam
diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera, dan untuk memperdamaikan
keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah oleh salib, dengan melenyapkan
perseteruan pada salib itu." (Efesus 2:13-16)
Kita tidak boleh menghilangkan
penjelasan Rasul Paulus mengenai peniadaan dan penciptaan ini. Allah telah
meniadakan (menghapuskan) aspek dari hukum Taurat itu yang telah membuat Israel
menjadi bangsa yang terpisah, dan Dia menciptakan "seorang manusia
baru."
Umat manusia yang baru ini, yakni
gereja, merupakan perkumpulan yang mengagumkan dan meliputi banyak hal. Kristus
telah meniadakan lebih dari sekadar penghalang-penghalang kesukuan dan
kebangsaan; Dia telah menghapuskan juga penghalang-penghalang kelas dan gender:
"... tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang
merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di
dalam Kristus Yesus." (Galatia 3:28) Hari-hari diskriminasi telah berlalu.
Umat Kristus yang baru telah diciptakan di dalam gereja tanpa memedulikan
perbedaan suku bangsa, tingkatan, ataupun jenis kelamin. Ini tidak berarti
bahwa persamaan di dalam kekristenan itu sinonim dengan anarki -- sebab Paulus
juga mengimbau para istri agar taat terhadap suaminya dan budak-budak tunduk
terhadap tuannya, tetapi lebih berarti bahwa segala hak istimewa dan berkat
rohani di hadapan Allah telah dikeluarkan:
"Sebab tidak ada perbedaan antara
orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Allah yang satu itu adalah Tuhan dari
semua orang, kaya bagi semua orang yang berseru kepada-Nya. Sebab, barangsiapa
yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan." (Roma 10:12,13)
Sebagai akibatnya, semua orang Kristen
yang percaya, baik Yahudi maupun non-Yahudi, laki-laki atau perempuan, budak
atau orang merdeka, orang Yunani yang terpelajar atau orang barbar yang tidak
beradab adalah "kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota
keluarga Allah", dan juga "ahli-ahli waris dan anggota-anggota tubuh
dan peserta dalam janji yang diberikan dalam Kristus Yesus karena berita
Injil." (Kolose 3:11, Efesus 2:19, 3:6) Di dalam ayat-ayat ini Paulus
memakai empat kata majemuk dari bahasa Yunani yang kemudian diterjemahkan
menjadi "para kawan sewarga" ("sumpolitai"), "para
ahli waris" ("sugkleronoma"), "para anggota"
("sussoma"), dan "para pengambil bagian"
("summetocha") untuk menegaskan dengan sejelas mungkin mengenai
partisipasi umum yang tidak boleh dibeda-bedakan dari seluruh umat Allah dalam
segala berkat yang terdapat di dalam Injil. Paulus juga mengajarkan kebenaran
yang sama dalam daftar kesatuan yang dibuatnya:
"Hanya ada satu tubuh dan satu
Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung
dalam panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa
dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua."
(Efesus 4:4-6)
Tetapi apakah kaitan atau hubungan
antara hal ini dengan buku mengenai kaum awam? Mengapa saya berpikir bahwa
penting sekali bagi kita untuk mempertegas kembali mengenai peniadaan hak
istimewa dan penciptaan satu umat yang baru dengan persamaan hak ini? Masalah
sebenarnya dalam sistem yang membedakan antara pendeta dengan kaum awam
nampaknya hanya sebagai usaha menentang dasar kesamaan dan kesatuan umat Allah.
Hal yang senantiasa dilakukan sistem ini, yakni memusatkan kekuasaan dan hak
istimewa di tangan pendeta, telah menyembunyikan, bahkan membinasakan hakikat
kesatuan umat Allah.
Kedua pihak yang telah disatukan oleh
Kristus dipisahkan menjadi dua lagi oleh pemikiran sistem ini, yang satu lebih
tinggi dan yang lainnya lebih rendah, yang satu aktif dan yang lainnya pasif,
yang satu benar-benar penting karena sangat diperlukan bagi kehidupan gereja,
yang lainnya tidak terlalu diperlukan sehingga tidak terlalu penting. Saya
tidak ragu-ragu mengatakan bahwa menafsirkan gereja dipandang dari segi pembedaan
kasta yang memberikan hak istimewa kepada golongan pendeta, atau struktur yang
bersifat hierarki, berarti menghancurkan doktrin Perjanjian Baru mengenai
gereja.
Tetapi kita memunyai kebebasan
menafsirkan gereja dipandang dari sudut pandang seorang pendeta, dan mudah
sekali bagi orang-orang yang berpikiran demikian tergelincir ke dalam pola
pemikiran di atas. Untuk memaparkan hal ini, kita akan meninjau kembali
beberapa penggambaran penting berdasarkan Alkitab mengenai gereja. Kita tidak
dapat melakukan pemeriksaan secara lengkap dan mendalam, tetapi pemeriksaan
kita akan cukup untuk membuktikan hal ini: setiap gambaran Alkitab mengenai
gereja memberikan iluminasi mengenai hubungan antara umat Allah dengan Allah
sendiri di dalam Kristus dan/atau dengan sesamanya. Hanya sedikit perhatian
diarahkan kepada golongan pendeta sebagai pihak ketiga yang berbeda dari yang
lainnya. Dengan kata lain, dalam pemaparan sifat dan tugas gereja, kebanyakan
pokok pikiran Perjanjian Baru bukanlah mengenai kedudukan pendeta, juga bukan
tentang hubungan antara pendeta dan kaum awam, melainkan mengenai keseluruhan
umat Allah dalam hubungan mereka dengan Dia dan antara satu dengan yang lain;
umat yang khusus yang telah dipanggil oleh anugerah-Nya untuk menjadi ahli
waris-Nya serta duta-Nya di dunia.
Kiasan-Kiasan
tentang Gereja
Tiga di antara gambaran yang paling
indah mengenai gereja dalam Perjanjian Baru diambil dari Perjanjian Lama.
Ketiganya melukiskan umat Allah sebagai pengantin wanita-Nya, kebun anggur-Nya,
dan kawanan domba-Nya. Semuanya menyoroti hubungan langsung yang telah
diteguhkan Allah dengan umat-Nya dan yang telah mereka nikmati bersama-Nya.
Allah telah memandang Israel sejak masa
mudanya, mempertunangkan dia dengan diri-Nya sendiri sebagai pengantin
perempuan-Nya, untuk selanjutnya memasuki perjanjian nikah dengan-Nya.
(Yehezkiel 16, Yeremia 2:2, 31:32, Yesaya 62:5) Tetapi kemudian Allah mengeluh
tentang ketidaksetiaan Israel, dan tindakan-tindakan persundalan serta
perzinahannya (Hosea 2).
Allah telah mengambil sebatang pohon
anggur dari Mesir dan menanamnya di Kanaan, sebuah "lereng bukit yang
subur." Di sana pohon itu berakar dan bertumbuh memenuhi negeri itu. Ia
mendirikan sebuah menara jaga di tengah-tengahnya untuk mengawasinya dan sebuah
tempat memeras anggur untuk mempersiapkan panen anggur. Ia mengharapkan kebun
anggur-Nya itu menghasilkan buah anggur yang baik tetapi yang dihasilkannya
ialah buah-buah anggur yang asam. Maka Allah membiarkan kebun anggur-Nya
diinjak-injak dan ditelantarkan. Allah menantikan Israel berbuah keadilan,
tetapi yang dihasilkannya adalah buah kelaliman; Dia mengharapkan kebenaran,
namun yang ada hanya keonaran (Mazmur 80:9-20, Yesaya 5:1-7).
Allah adalah Gembala Israel. Dia
menggiring Yusuf bagaikan kawanan domba. Sebagaimana Dia telah membebaskan
mereka dari perbudakan di Mesir, "mengangkat dan menggendong mereka selama
zaman dahulu kala", demikian juga sesudah penawanan di Babel Dia akan
menghimpun domba- domba-Nya dalam tangan-Nya, anak-anak domba dipangku-Nya dan induk-
induk domba dituntun-Nya dengan hati-hati (Mazmur 80:2, Yesaya 63:9, 40:11).
Setiap gambaran di atas menekankan
tindakan langsung dari kehendak Allah terhadap umat-Nya sebagai satu bangsa,
pemerintahan yang berasal dari-Nya; Ia berinisiatif menyelamatkan mereka. Allah
memilih Israel sebagai pengantin wanita-Nya, Ia menanam dan merawat kebun
anggur-Nya, dan Ia menggembalakan kawanan domba-Nya. Dan ketika Yesus dengan
berani menerapkan kembali kiasan atau gambaran-gambaran ini untuk diri-Nya, Dia
bahkan lebih kuat menekankan hubungan pribadi yang dimaksudkan oleh
masing-masing kiasan itu.
Yesus adalah mempelai laki-laki, dan
karena Ia hadir bersama-sama para tamu maka mereka tidak pantas untuk berpuasa
(Markus 2:18-20). Paulus mengembangkan kiasan ini lebih rinci dengan penjelasan
mengenai kasih dan pengurbanan Kristus bagi gereja. Kepemimpinan-Nya atas
gereja serta tujuan akhir dari gereja ialah supaya gereja ditempatkan di
hadapan-Nya "dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa."
(Efesus 5:27; 5:22-33) Pada akhir kitab Wahyu pertama-tama kita membaca bahwa
"hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap
sedia" dan "kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga,
dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk
suaminya." (Wahyu 19:7, 21:2)
Yesus mengambil gambaran mengenai kebun
anggur di dalam perumpamaan- Nya mengenai penggarap-penggarap kebun yang jahat
(Markus 12:1-12), namun Dia juga melanjutkan hal itu, sebab Dia menegaskan
bahwa Dia sendirilah pokok anggur yang benar, carang-carangnya bergantung
kepada-Nya untuk dapat berbuah baik dengan tetap tinggal di dalam Dia dan juga
dengan dibersihkan oleh tukang-tukang kebun (Yohanes 15:1-8).
Yesus menyebut diri-Nya sendiri
"Gembala Yang Baik" yang mencari serta menyelamatkan domba yang
hilang -- sekalipun hanya seekor domba-Nya yang hilang, yang mempertaruhkan
nyawa-Nya demi domba-domba-Nya, dan yang memimpin mereka ke padang rumput yang
segar serta melindungi mereka dari ancaman serigala (Lukas 15:3-7, Yohanes 10).
Empat kiasan lainnya mengenai gereja
yang terdapat di dalam Alkitab intinya juga mengiluminasikan hubungan yang
telah diteguhkan Allah dengan umat-Nya, sekalipun semuanya itu juga menuntut
pengertian lebih lanjut.
Pertama, umat Allah adalah suatu
kerajaan, tempat Allah menjalankan peraturan-peraturan-Nya; "wilayah
kekuasaan-Nya" (Mazmur 114:2). Pemerintahan teokrasi Israel yang
sesungguhnya, yang telah ditolak ketika bangsa itu menuntut seorang raja
seperti yang dimiliki oleh bangsa-bangsa kafir, telah dipulihkan dan
dirohanikan melalui Kristus. Dalam menyelamatkan kita, Allah "telah
melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam kerajaan
Anak-Nya yang kekasih" (Kolose 1:13) dan Kristus menjalankan pemerintahan-Nya
di antara umat-Nya melalui Roh-Nya, "sebab Kerajaan Allah bukanlah soal
makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita oleh
Roh Kudus." (Roma 14:17)
Selanjutnya, umat Allah adalah rumah
tangga atau keluarga-Nya. Apa yang samar-samar terbayang di dalam Perjanjian
Lama, yaitu ketika Israel disebut anak Allah (Hosea 11:1), secara lengkap
dipaparkan di dalam Perjanjian Baru. Di dalam Kristus, Allah melahirkan kita
kembali, menjadikan kita sebagai anak-anak-Nya, mengadopsi kita ke dalam
keluarga-Nya, serta mengirim Roh-Nya ke dalam hati kita sehingga kita boleh
memanggil Dia "Abba, Bapa." Banyak hal dalam kehidupan Kristen
ditentukan -- seperti yang diajarkan Yesus -- oleh hubungan yang intim dan
terbuka seperti gambaran Allah dengan anak ini. Kita tidak perlu lagi merasa
khawatir memikirkan segala kebutuhan hidup kita sehari-hari, karena Bapa
surgawi kita mengetahui segala yang kita perlukan. Kita cukup menyesuaikan diri
dengan-Nya, dengan kerajaan-Nya dan kebenaran-Nya, menyerahkan diri kita dan
kehidupan kita sehari- hari kepada-Nya, memercayai Dia yang memelihara kita,
serta percaya bahwa segala yang kita perlukan akan Ia berikan (Matius 6:7-13,
25-34, 7:7-11).
Ketiga, umat Allah adalah suatu
bangunan "yang tidak dibuat oleh tangan manusia", suatu bangunan yang
dirancang oleh Allah sendiri, bait Allah rohani yang dibangun kembali, dengan
Yesus sebagai satu- satunya dasar -- seperti yang dipersaksikan oleh para rasul
dan para nabi -- dan Roh Kudus di tempat mahasuci (1 Korintus 3:11, 16, Efesus
2:20-22).
Keempat, umat Allah adalah tubuh
Kristus, gambaran yang paling menonjol di dalam surat-surat Paulus dan
satu-satunya yang tidak memunyai padanan dengan Perjanjian Lama, dengan Kristus
sebagai Kepala yang mengatur dan memberi makan seluruh tubuh-Nya dan Roh Kudus
sebagai nafas yang memberi inspirasi kepada [gereja] (Efesus 4:4,15,16, Kolose
2:19).
Tetapi masing-masing dari keempat
gambaran ini lebih dari sekadar memberikan iluminasi mengenai hubungan antara
Allah dengan umat-Nya. Masing-masing menggambarkan juga hubungan-hubungan
timbal balik serta tugas dan tanggung jawab yang dimiliki umat Allah. Kita
adalah kawan sewarga dari kerajaan Allah, saudara-saudara di dalam keluarga,
batu- batu hidup untuk pembangunan rumah yang rohani, dan lebih dari semuanya
itu, anggota-anggota tubuh Kristus, yang bukan hanya menerima hidup dan
perintah dari Kepala, tetapi kita sendiri berperan aktif dan saling bergantung
satu dengan yang lainnya, dan oleh karenanya kita tidak boleh saling
merendahkan atau iri terhadap yang lain (1 Korintus 12:14-26).
Banyak
Kiasan -- Satu Berita
Semua kekayaan kiasan ini menunjukkan
maksud yang sama. Dalam setiap gambaran itu penekanannya adalah pada inisiatif
Allah yang sangat ramah. Dia sebagai Suami, [Pemilik Kebun], Gembala, Raja,
Bapa, Pembuat Bangunan, dan [Kepala]. Umat-Nya sebagai sekelompok orang yang
ditebus, baik sebagai pengantin-Nya, kawanan domba-Nya, keluarga-Nya,
tubuh-Nya, dan lain-lain. Hubungan satu dengan yang lain sebagai carang-carang
pada Pokok Anggur yang sama, domba-domba dalam kawanan yang sama, anak-anak di
dalam keluarga yang sama, anggota-anggota tubuh yang sama. Tidak ada satu pun
kiasan, baik yang menunjang maupun yang menentang, membicarakan mengenai
pendeta. [Subjek tentang pendeta] sama sekali bukan yang dimaksud oleh Alkitab
mengenai gereja.
Tepat sekali Paulus menyamakan dirinya
dengan sahabat mempelai laki- laki pada pesta perkawinan, seperti yang juga
diungkapkan Yohanes Pembaptis sebelumnya (2 Korintus 11:2, Yohanes 3:29). Dia
juga membicarakan mengenai pelayanan mengajar yang dilakukannya bersama Apolos
di Korintus dengan gambaran orang yang menanam dan menyiram benih di ladang
Tuhan dan orang yang meletakkan dasar serta membangun rumah Tuhan (1 Korintus
3:5-15). Sama halnya, pelayan-pelayan gereja juga digambarkan sebagai
gembala-gembala pengawas yang dipercayakan memelihara kawanan domba sebagai
hulubalang-hulubalang kerajaan, sebagai pelayan-pelayan rumah tangga, dan
sering kali juga digambarkan sebagai pengasuh-pengasuh di dalam keluarga. Di
samping itu juga, meskipun setiap orang Kristen di gereja sebagai anggota tubuh
Kristus memunyai peranannya masing-masing, namun beberapa organ nampak memunyai
peranan yang lebih penting daripada yang lainnya, misalnya, kepala lebih penting
dari kaki dan mata lebih penting dari tangan (1 Korintus 12:21), meskipun
masing-masing saling membutuhkan dan tidak dapat melepaskan diri.
Meskipun demikian, setiap uraian
menunjukkan suatu tambahan pada kiasan itu. Kiasan atau gambaran itu sendiri
sudah lengkap tanpa tambahan-tambahan tersebut, dan lebih jelas lagi dikatakan,
tidak bergantung pada hal-hal tambahan itu. Semuanya memunyai bagian masing-
masing untuk dilakukan, tetapi hanya sebagai bagian yang bersifat tambahan, dan
boleh ditambahkan, bagian yang dapat digantikan. Seorang sahabat pengantin
laki-laki memang memunyai peranan yang sangat penting pada pesta perkawinan,
tetapi tanpa dia pun pengantin pria dan wanita dapat tetap melangsungkan
pernikahan mereka. Pelayan-pelayan dan perawat-perawat sangat berperan penting
dalam suatu rumah tangga, tetapi seorang ayah tidak akan membiarkan
anak-anaknya mati hanya karena tidak ada mereka. Tidak. Kebenaran-kebenaran
yang paling penting yang digarisbawahi oleh kiasan-kiasan mengenai gereja ini
ialah sikap Allah yang ramah terhadap umat-Nya dan tugas-tugas mereka yang
bertanggung jawab terhadap Dia dan terhadap yang lainnya.
Kesatuan hakiki gereja, yang dimulai di
dalam panggilan Allah dan digambarkan di dalam kiasan-kiasan Alkitab, memimpin
kita sampai pada kesimpulan ini: Segala tanggung jawab yang dipercayakan Allah
kepada gereja-Nya telah dipercayakan-Nya kepada seluruh Gereja-Nya. Siapakah
mereka yang dimaksudkan? "Kamu yang dahulu bukan umat Allah," Petrus
menulis, "tetapi sekarang telah menjadi umat-Nya." Dan dia
menjelaskan lebih lanjut, umat Allah adalah imamat kudus, [yang diciptakan]
untuk mempersembahkan kepada-Nya persembahan-persembahan yang rohani dan yang
berkenan kepada-Nya berupa puji-pujian dan doa, dan juga suatu umat yang
misioner, [yang diciptakan] untuk memberitahukan kepada orang-orang lain
perbuatan-perbuatan yang besar dari Allah mereka, Allah yang telah memanggil
mereka kepada terang-Nya yang ajaib dan yang telah menaruh belas kasihan atas
mereka (1 Petrus 2:5,9,10). Singkatnya, umat Allah memiliki tujuan untuk
menjadi persekutuan orang-orang yang beribadah kepada Dia serta menyaksikan
kemuliaan dan kebesaran-Nya. Dan kedua tugas ini menjadi tanggung jawab segenap
gereja sebagai Gereja-Nya. Pendeta tidak dapat memonopolinya, demikian juga
kaum awam atau jemaat tidak boleh melarikan diri dari tanggung jawab ini. Baik
pendeta maupun anggota jemaat tidak dapat melimpahkan tanggung jawab ini kepada
orang lain; tidak mungkin ibadah dan kesaksian diwakili oleh orang lain.
Mempertahankan hal ini adalah suatu
koreksi yang sehat terhadap sistem yang terlalu melebih-lebihkan pendeta, yang
sudah terlalu sering dan cukup lama menempatkan kaum awam dan menyingkirkan
mereka ke posisi yang lebih rendah dan nonaktif. Hal ini tentu saja juga
mengaburkan gambaran mengenai gereja. Sudah barang tentu, Allah memanggil
pendeta untuk suatu tugas yang penting, namun kedudukan mereka harus selalu
tunduk kepada gereja secara keseluruhan, sebagai persekutuan yang ditebus oleh
Allah sendiri. Kaum awam hanya akan menemukan tempat mereka yang sesungguhnya
jika kebenaran yang sederhana ini disadari, yakni pendeta berada di
tengah-tengah mereka untuk melayani gereja, bukannya gereja melayani pendeta.
Agar benar-benar mengerti kebenaran ini, kita harus menemukan kembali ajaran
Alkitab mengenai gereja sebagai umat Allah, dan khususnya kebenaran-kebenaran
ini -- yakni bahwa dalam hal kedudukan dan hak umat Allah oleh panggilan-Nya
dipersatukan dan tidak dapat dibedakan, dan bahwa mempersembahkan ibadah serta
bersaksi kepada dunia merupakan hak yang tidak dapat dicabut serta tugas dari
jemaat yang satu ini, yakni keseluruhan gereja, pendeta bersama-sama kaum awam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar