HAMBA YANG MENDERITA
Ringkasan
Khotbah Pdt. Gindo Manogi – Minggu, 9 Maret 2013
Tidak ada orang yang memiliki cita-cita
menjadi doulos atau budak.
Mengapa? Karena menjadi orang yang
berada di bawah tidak enak. Sebaliknya, kita menginginkan menjadi orang yang
berada di atas.
Jika demikian, kita bisa saja menganggap wajar sikap dan keinginan
para murid ketika mereka
memperdebatkan tentang siapa yang terbesar dan kedudukan yang akan mereka
dapatkan di dalam kerajaan surga. Namun Tuhan Yesus justru menjawab bahwa yang terbesar adalah yang menjadi pelayan,
sambil mengingatkan mereka bahwa kedatangan-Nya ke dalam dunia adalah melayani,
bahkan memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang. "Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk
dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi
tebusan bagi banyak orang."Dari Markus 10:45 ini, jelas terlihat bahwa
tujuan Yesus datang ke dalam dunia adalah
untuk melayani atau menjadi hamba. Hal itu telah
dinubuatkan oleh Tuhan, sejak di Perjanjian Lama. Salah satunya, dalam perikop
yang kita baca tadi.
Akan tetapi, sejak awal pula, berita itu
tidak gampang untuk bisa diterima oleh manusia (Yesaya 53:1). Mereka
berpendapat, “Mungkinkah
Allah bisa menjelma
menjadi manusia? MungkinkahAllah
menghambakan diri-Nya sedemikian rupa, bahkan sampai mati di kayu salib? Hal
itu tidak mungkin dilakukan oleh Allah yang maha mulia! Itu merupakan
penghinaan terhadap Allah." Kisah inkarnasi Yesus telah meruntuhkan semua
logika manusia. Cara inkarnasi inilah
yang ditempuh oleh Allah untuk menyelamatkan
manusia.
Ketika kita memikirkan tentang Tuhan, harus
kita akui bahwa Allah melampaui akal manusia. Dia maha segala-galanya. Karena
itu, ketika memikirkan tentang Allah, kita harus mengakui ketidakmampuan kita
untuk memikirkan rencana dan pikiran Allah. "Seperti tingginya langit dari
bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari
rancanganmu" (Yesaya 55:9; bdk. Roma 11:33-34). Jalan salib adalah jalan
yang dipilih oleh Allah.
IDENTITAS
SANG HAMBA
Yesaya memperkenalkan sosok Sang Hamba
sebagai pribadi yang sederhana. "Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN
dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak
ada sehingga kita memandang dia, dan rupapun tidak, sehingga kita
menginginkannya" (ayat 2). Demikianlah Yesus hadir sebagai pribadi yang
sederhana dan tidak memukau: lahir di kandang domba, berjalan kaki, tidak
disertai oleh sepasukan pengawal penjaga, tidak memakai mahkota, senjata
perang. Yesus juga tidak tampil di dunia politik: tidak ada massa pendukung,
partai pendukung, donatur. Sebaliknya, Ia tidak memiliki tempat untuk menaruh
kepala-Nya.
Hal ini menjadi teladan buat kita, yakni agar
kita merendahkan hati, sebagaimana Yesus merendahkan diri, bahkan taat sampai
mati di kayu salib.
MISI SANG HAMBA
Dalam ayat 3-7,
dijelaskan tentang misi yang diemban oleh Sang Hamba. Ia menjadi pengganti bagi
manusia yang telah berdosa. Dia tahu bahwa misi-Nya ini merupakan tugas yang
berat. Ia menderita. Akan tetapi, Ia mengerjakannya dengan taat, walau pun itu
meremukkan dan menghancurkan diri-Nya. Ia melaksanakan tugas itu dengan penuh
cinta kasih.
Ini menjadi teladan bagi kita untuk kita belajar taat.
Memang harus diakui ada perintah Tuhan yang “bisa dilaksanakan dengan gampang”
tapi ada juga perintah Tuhan yang berat untuk dilaksanakan. Yang penting
bukanlah perintah itu ringan atau berat. Tapi bagaimana kita taat dengan
sungguh-sungguh. Jikalau kita taat, justru kita semakin kuat. Kita bisa
bersukacita dan dilingkupi oleh damai sejahtera.
KEMENANGAN
SANG HAMBA
Dalam Yesaya 52:13 disebutkan, “Sesungguhnya, hamba-Ku akan berhasil, ia akan
ditinggikan, disanjung dan dimuliakan”
(lihat juga Yesaya 53:10-12). Tuhan sudah menyatakan bahwa Sang Hamba itu
berhasil. Walaupun Ia terlihat hancur, tapi Ia tidak kalah. Ia bangkit dari
antara orang mati. Ia mengalahkan maut. Ia menang.
Dengan demikian, kemenangan Sang Hamba menjadi
kemenangan bagi orang percaya juga. Dalam 1 Ptrus 1:5 dinyatakan, “Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah
karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk
dinyatakan pada zaman akhir.” Tuhan memelihara
kita dengan kekuatan-Nya hingga pada akhir zaman. Karena itu, marilah kita
berserah dan bersandar pada Allah, bukan pada kekuatan uang, diri sendiri
maupun kepandaian kita.
Kekuatan kita terbatas, tapi, kekuatan Allah tidak terbatas. Dia, yang
empunya kekuatan yang tak terbatas itulah yang memelihara kita sampai
selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar