ADVENT
III : SUKACITA
Lukas
2:8-20
Ringkasan
Khotbah Pdt. Gindo Manogi - Minggu, 15 Desember 2013
Natal selalu disambut dengan sukacita. Hal
itu ditandai dengan begitu banyak dan beragamnya kemeriahan natal. Bukan hanya
gereja yang bersukacita, tapi dunia pun tidak mau ketinggalan.
Namun, kita perlu merenung sejenak: apakah yang membuat
kita bersukacita? Apakah sukacita hanya sebuah perasaan senang di hati?
Selain itu, bagaimana natal disambut oleh orang-orang di natal yang pertama?
Dalam perikop yang kita baca, kita menemukan sebuah kisah
yang menarik tentang gembala. Dikatakan dalam ayat 20, “kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan
Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat.” Para
gembala bersuka cita ketika mereka telah menjumpai Yesus yang baru dilahirkan.
Keadaan ini berbeda dengan situasi yang
mereka alami di ayat 8-9. Pada waktu itu, para gembala waktu itu berada di
padang. Mereka bukanlah pemilik, tapi mereka adalah buruh. Karena itu, profesi
gembala adalah profesi yang hina. Hanya orang miskin yang mau menjadi gembala. Di
malam yang dingin dan gelap itu, ketika mereka sedang beristirahat, tiba-tiba
tampaklah di hadapan mereka seorang malaikat dengan sinar kemuliaan yang
menyilaukan pandangan mereka. Akibatnya, mereka sangat ketakutan
(megas phobeo). Artinya, mereka mengalami ketakutan yang sangat besar. Apa yang
membuat mereka sangat ketakutan? Sesungguhnya ini respons
yang normal. Akan tetapi, ada penyebab lain yang mengakibatkan mereka
ketakutan, yakni berbagai macam pergumulan yang mereka hadapi. Sebagai contoh,
bangsa Yahudi waktu itu sedang berada di bawah penjajahan bangsa Romawi. Dalam
masa penjajahan itu, mereka mengalami hal-hal yang tidak enak: tertindas,
tertekan, kesulitan ekonomi, tanpa jaminan masa depan, nyawa yang terancam,
dsb. Selain itu, ada pergumulan terberat yang mereka hadapi, yakni tentang dosa
dan murka Allah.
Kita pun mungkin mengalami hal yang sama, misalnya kita
mengalami berbagai pergumulan tentang keluarga, kesehatan, ekonomi, dsb.
Bukankah pergumulan-pergumulan itu membuat kita takut? Membuat kita menjadi
kuatir? Bukankah sukacita kita pun bisa menjadi hilang dan lenyap? Terlebih
lagi, berkenaan dengan dosa dan murka Allah. Bukankah hal ini membuat kita
menjadi takut dan gentar?
Di tengah ketakutan yang luar biasa dialami para gembala,
ada satu berita yang disampaikannya: “Jangan takut,
sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh
bangsa.” Kata “kesukaan besar” berasal dari kata megas chara yang
berarti sukacita yang sangat besar. Allah mengontraskan tentang keadaan yang
dialami oleh manusia (sangat ketakutan) dengan berita yang Allah bawa (sukacita
yang sangat besar). Sukacita yang sejati hanya milik Allah dan diberikan oleh
Allah.
Apakah kabar “kesukaan besar” yang
disampaikan oleh malaikat? “Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat,
yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud” (ayat 11). Kata “juruselamat” jelas
menyatakan bahwa Yesus datang untuk menyelamatkan manusia dari belenggu dosa
dan maut. Inilah musuh terbesar dan terutama manusia. Tidak ada seorang pun
yang bisa mengalahkannya, selain Allah itu sendiri.
Karena itu, Allah yang telah menubuatkan
tentang datangnya seorang Juruselamat, maka Allah sendirilah yang turun ke
dalam dunia untuk menyelamatkan dan menebus manusia. Ia datang ke dalam dunia
untuk mengorbankan diri-Nya, melalui kayu salib. Inilah kabar kesukaan yang
terbesar, yakni datangnya Juruselamat untuk menyelamatkan manusia dari dosa dan
maut.
Setelah mendengar berita dari malaikat itu,
mereka pun bergegas ke Betlehem dan menjumpai bayi Yesus di dalam palungan.
Setelah menjumpai Yesus, maka mereka pun bersukacita. Inilah yang membuat para
gembala bersukacita.
Apakah yang membuat kita bersukacita di hari
Natal?
1. Perjumpaan pribadi dengan Allah. Artinya, kita harus memiliki
pengenalan pribadi kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi. Hal ini
akan membuat kita memiliki sukacita yang besar.
2. Kesadaran bahwa Allah mengasihi kita. Jika Allah mau menjumpai diri kita,
maka kita harus ingat bahwa Allah mengasihi kita. Oleh karena Allah rela untuk
mengorbankan diri-Nya, maka itu sebuah bukti bahwa Allah itu setia dan Ia akan
memelihara kita sampai selamanya.
Kiranya kita bersukacita di hari Natal ini,
karena kita mengingat bahwa kita memiliki Allah yang telah turun ke dalam dunia
untuk mengasihi dan menjumpai kita. Selain itu, kiranya kita pun semakin
mengasihi dan memuliakan Allah. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar