Dari Putus Asa Menjadi Berpengharapan
Yohanes 5:1-9, 14
Ringkasan Khotbah Pdt. Titus Liem - Minggu, 13 April
2014
Banyak orang
berkata, “selagi ada hidup maka ada harapan” tetapi kenyataannya adalah “selagi
ada harapan maka ada hidup.” Bukankah orang yang tanpa harapan
sering mengungkapkan keadaan perasaan diri mereka dengan berkata bahwa mereka ingin
mati, dan terkadang mereka berusaha untuk bunuh diri. Pada
kenyataannya orang bisa hidup tanpa rumah, mobil dan benda-benda yang berharga,
tetapi orang tidak bisa hidup tanpa harapan. Memiliki harapan itu baik dan
penting dalam kehidupan kita, namun yang menjadi masalah adalah apa yang
menjadi dasar pengharapan kita? Banyak orang yang memiliki
pengharapan tetapi pengharapan yang semu. Jika pengharapan itu didasarkan pada
suatu yang rapuh, maka hal itu akan membawa kekecewaan yang yang mendalam.
Apakah yang menjadi dasar pengharapan kita?
Di tengah meriah dan sukacitanya
perayaan di Yerusalem, rupanya Yohanes juga menceritakan adanya kemeriahan
tanpa sukacita di tempat lain, yaitu di sekitar kolam Betesda. Di
sana berbaring sejumlah besar orang-orang yang sakit: Orang-orang buta, timpang
dan lumpuh. Di antara mereka, ada seorang yang mengalami kelumpuhan selama 38
tahun. Dari sudut pandang jasmani, 38
tahun menderita penyakit menunjukkan ketiadaan harapan. Tentunya dia sudah
berusaha untuk berobat, tetapi dia belum sembuh juga. Mungkin ia sudah tidak
memiliki apa-apa lagi sebab hartanya telah habis untuk berobat. Akhirnya ia
menyerah kepada nasib dan menerima apa yang tak terelakkan itu. Kelumpuhan
inilah yang telah membuat segala impiannya menjadi sirna dan hidup dalam
keputusasaan.
Dalam keadan seperti ini, apa yang
bisa diharapkannya? Hanya ada setitik harapan yang selama ini diakui dan
dipercaya, yaitu “kesembuhan melalui mujizat yang terjadi di kolam
Betesda.”
1. Berharap
Kepada Air Kolam Betesda
Betesda adalah sebuah kolam (tempat
pemandian), yang dalam bahasa Ibrani memiliki arti “rumah belas kasihan atau
anugerah.” Selama betahun-tahun orang lumpuh itu mengharapkan air kolam Betesda
tergoncang dan bisa mencebur ke dalamnya supaya sembuh. Menurut keyakinan,
kolam Betesda kadang-kadang dikunjungi oleh malaikat. Tanda kedatangannya
adalah dengan menggoncangkan air kolam tersebut. Pada waktu kolam itu
tergoncang maka orang pertama yang masuk ke kolam tersebut akan sembuh, apapun
penyakitnya. Tetapi orang yang masuk berikutnya tidak akan sembuh. Kemungkinan
besar, ia telah mencobanya selama 38 tahun, tapi selalu gagal.
2. Berharap
Kepada Orang Lain
Karena ia seorang yang lumpuh maka
dia tidak bisa ke kolam sendiri. Itulah sebabnya dia mengharapkan pada orang
lain (termasuk keluarga) yang dapat membantu mengangkatnya ke kolam pada waktu
kolam itu terguncang airnya. Tapi tidak ada yang bisa membantunya.
3. Berharap
Kepada Malaikat
Menurut keyakinan, penyembuhan
dilakukan oleh seorang malaikat yang turun ke kolam itu dan menggoncangkan air.
Memang malaikat adalah utusan Allah yang dapat menolong kita tetapi malaikat
tidak akan melakukannya tanpa diperintah oleh Allah. Orang lumpuh itu
terus-menerus menantikan malaikat yang datang untuk menggoncangkan air kolam
itu. Pada kenyataannya tidak setiap hari malaikat itu turun untuk
menggoncangkan air, dan boleh jadi tidak sering, melainkan sewaktu-waktu.
4. Pengharapan
Yang Sejati Ada Di Dalam Tuhan Yesus.
Orang lumpuh tersebut memang tidak
pernah berhenti berharap akan kesembuhannya. Namun ia harus menelan kenyataan
yang pahit ketika ia menaruh harap
kepada sesuatu yang tidak pasti, yaitu air kolam Betesda, orang lain atau
malaikat. Sebuah pengharapan yang tanpa pengharapan.
Dalam keputusasaan ini Tuhan Yesus
datang untuk menjumpai orang lumpuh ini untuk menawarkan kesembuhan.
Tuhan Yesus bertanya kepadanya: “Maukah engkau sembuh?” Tuhan Yesus tahu
betul tentang keadaan orang tersebut dan memberi perintah, “Bangunlah,
angkatlah tilammu dan berjalanlah” (ayat 8). Penantian selama 38 tahun itu
kini telah berakhir sebab ia mengalami kasih dan kuasa Tuhan. Dialah yang telah
memberikan suatu pengharapan. Dialah yang mengubah keputusasaan menjadi hidup
berpengharapan.
Setelah mengalami kesembuhan yang
luar biasa itu, Tuhan Yesus mengingatkan orang itu untuk tidak berbuat dosa
lagi (ayat 14). Kristus memperingatkannya agar waspada terhadap dosa. Hal ini
menyiratkan bahwa penyakitnya disebabkan oleh dosa. Kristus menyiratkan bahwa
orang-orang yang telah sembuh dan dibebaskan dari hukuman dosa pada saat
sekarang ini, ada kemungkinan kembali kepada dosa. Kalau kita bandingkan dengan
Yohanes pasal 9, maka tidak semua penyakit itu berhubungan dengan dosa. Itu
berarti Tuhan Yesus menghendaki agar ia tidak menjadi sombong karena pengalaman
yang luar biasa itu, tetapi harusnya bersyukur kepada Dia yang telah membuat
mujizat itu.
Lebih dari sekedar sakit jasmani,
yaitu sakit rohani harusnya yang menjadi perhatian kita secara serius. Jika
hari ini kita merasa baik-baik saja secara jasmani, namun bagaimana dengan
kerohanian kita? Sudah saudara berjumpa dengan Tuhan Yesus?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar