Salib Yang Mengubahkan: “Ikutlah Aku”
(Yoh. 21:15-19)
Ringkasan Khotbah
Ev. Jemmy Waroka - Minggu, 27 April 2014
Bagian Alkitab ini menceritakan
suasana pagi setelah sarapan (ayat 15) di tepi pantai danau Tiberias (ayat 1).
Ini bukanlah pertemuan pertama Tuhan Yesus dengan para murid setelah
kebangkitan-Nya. Dalam bagian ini secara khusus terjadi dialog antara Tuhan
Yesus dengan Petrus yang telah berkhianat. Tentu ada kecemasan dan kegalauan
dalam hati Petrus karena dia telah berkhianat.
Dalam Lukas 22:61 menceritakan tentang
penyangkalan Petrus dan secara khusus Lukas mencatat bahwa Tuhan Yesus
berpaling dan memandang kepada Petrus setelah Petrus menyangkal-Nya sebanyak 3
kali. Petrus tidak akan pernah dapat melupakan tatapan mata Sang Guru Agung
itu. Bukan tatapan mata kemarahan, kebencian, dan kekecewaan tetapi tatapan
mata yang penuh dengan belas kasihan.
Pagi itu, kembali Petrus berhadapan
dengan tatapan mata yang penuh dengan belas kasihan (Yoh. 21:15-19). Tiga kali
muncul pertanyaan, tiga kali muncul jawaban dan tiga kali perintah diberikan.
Perintah itu adalah “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Sebagai seorang yang telah
gagal (bukan kegagalan biasa tetapi sebuah pengkhianatan), dalam benak Petrus
mungkin ada ketakutan dan kekuatiran bahwa dia akan menerima kemarahan, dan
sangat mungkin dia dikeluarkan dari kelompok murid yang “sakral.” Tetapi apa
yang terjadi?
Tuhan tidak menumpahkan kekesalan dan
kemarahan-Nya kepada Petrus tetapi Ia memulihkan Petrus dengan memberikan kepercayaan,
“Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Ketika kita mengalami kegagalan dan kesulitan
seringkali yang kita butuhkan untuk memulihkan kembali kondisi kita adalah
sebuah kepercayaan.
Tiga kali Tuhan bertanya, “Simon,
anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Pertanyaan yang pertama (ayat 15),
Tuhan memakai kata agape untuk kata mengasihi, yang dapat
diartikan kasih yang tidak bersyarat, yaitu “kasih yang walaupun .....”
Jawaban Petrus yang pertama (ayat 15), “. . . aku mengasihi Engkau.” Petrus
memakai kata philia untuk kata mengasihi, yang dapat diartikan
sebagai kasih yang bersyarat, yakni “kasih yang jikalau....”
Petrus murid yang spontan dan pemberani, sekarang dia tahu diri. Dia tidak
mungkin mengasihi dengan kasih agape. Pertanyaan dan jawaban kedua
terjadi dialog yang persis sama dengan ayat 15 dalam pernggunaan katanya.
Pertanyaan agape dijawab dengan philia. Pertanyaan yang ketiga
(ayat 17) membuat Petrus sangat sedih karena ini mengingatkan dia
penyangkalannya sebanyak 3 kali. Tapi Petrus semakin sedih tatkala Tuhan
bertanya, “. . . apakah engkau mengasihi Aku?” Tuhan tidak memakai
kata agape, tapi memakai kata philia. Petrus hanya dapat menjawab
dengan philia. Tuhan mengerti kondisi Petrus dengan kekuatannya sendiri
Petrus tidak akan pernah bisa memiliki kasih agape. Tuhan mengerti
dan menerima apa adanya Petrus. Demikian juga Tuhan mengerti dan
menerima apa adanya setiap kita.
Ayat 18 Tuhan menubuatkan kematian
Petrus bahkan tradisi gereja mencatat bahwa Petrus mati disalibkan terbalik
karena dia merasa tidak layak disalib seperti Tuhannya. Petrus berhasil
memiliki kasih agape dan dia mengasihi Tuhannya dengan kasih agape sampai akhir
hidupnya. Kuncinya adalah “Ikutlah Aku” (ayat 19). Tuhan meminta Petrus
mengikuti ajaran-Nya, teladan hidup-Nya, bahkan di dalam ajakan “ikutlah Aku”
terkandung penyertaan, tuntunan, dan topangan Tuhan. Saat-saat tersulit di
dalam hidup Petrus, Tuhan akan menggendongnya.
Marilah kita mengikut Dia
agar kita dapat memiliki kasih agape seperti yang diinginkan-Nya sampai
akhir hidup kita. Dan kita akan melihat tangan-Nya yang akan menuntun kita,
menopang kita bahkan menggendong kita. AMIN!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar