ALAMAT GEREJA

Jl. Semeru 30 | Jl. Arif Margono 18
Telp. (0341) 366099 | (0341) 361949 | Fax. (0341) 325597
Email: gkkkmalang@yahoo.com | Admin blog: gielmanogi@gmail.com


Rabu, 16 April 2014

Ringkasan Khotbah Pdt. Benny Solihin, "Zona Nyaman" - Minggu, 06 April 2014

ZONA NYAMAN
Keluaran 3 : 10

“Jadi sekarang, pergilah, Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umat-Ku, orang Israel, keluar dari Mesir.”

Ringkasan Khotbah Pdt. Benny Solihin - Minggu, 06 April 2014 

Istilah comfort zone atau zona nyaman adalah istilah yang sudah lazim kita dengar. Zona nyaman adalah sebuah zona atau wilayah di mana hidup kita merasa nyaman di sana: tidak ada ketakutan, tidak kegelisahan dan segala sesuatu berjalan sesuai dengan harapan. Namun, ketika kondisi ini berubah, kita akan segera merasa tidak nyaman. Contohnya, ketika kita mendapat penugasan dari instansi atau perusahaan kita bekerja untuk pindah ke luar kota atau ke luar negeri. Itulah sebabnya, setiap kita selalu mempertahankan zona nyaman kita. Begitu pula dengan Musa.
Ketika Allah memanggil Musa untuk membebaskan bangsa Israel dari perbudakan orang Mesir, seolah-olah Allah memaksa Musa untuk keluar dari zona nyamannya. Itulah sebabnya ia berbantah-bantahan dengan Tuhan. Pada saat itu, Musa sudah berada di tanah Midian selama 40 tahun. Sebagai peternak, ia sudah nyaman kehidupannya. Ia hanya ingin menghabiskan hari tuanya dengan tenang bersama dengan keluarganya.
Dalam keadaan demikian, tiba-tiba Allah datang kepadanya dan berkata, “Pergilah, Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umat-Ku, orang Israel, keluar dari Mesir.”  Ini suatu perintah yang mendatangkan perasaan tidak nyaman bagi Musa. Mengapa? Karena perintah ini datangnya tiba-tiba dan menginterupsi rencana hidupnya. Selain itu, ia harus masuk ke dalam suatu wilayah yang mencemaskan hatinya (Mesir) dan berhadapan dengan sosok penguasa yang sangat menakutkan dirinya, Firaun. Ia pun harus meninggalkan segala sesuatu yang telah dibangunnya selama ini.
Karena itu, sebagai manusia normal, ia berontak kepada Allah. Dengan berbagai dalih, ia berusaha untuk menolak perintah Tuhan itu. Ia berkata kepada Tuhan: “Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?” (3: 11); “Tetapi apabila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada mereka: Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku: bagaimana tentang nama-Nya? Apakah yang harus kujawab kepada mereka?” (3: 13, 14); “Bagaimana jika mereka tidak percaya kepadaku dan tidak mendengarkan perkataanku, melainkan berkata: TUHAN tidak menampakkan diri kepadamu?” (4: 1); “Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulu pun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mu pun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah” (4: 10); “Ah, Tuhan, utuslah kiranya siapa saja yang patut Kautus” (4: 13). Apapun argumen Musa, sebenarnya intinya cuma satu: ia tidak rela meninggalkan zona nyamannya.
Zona nyaman adalah kamar yang begitu menyenangkan bagi hidup kita, tetapi mungkin bisa menjadi tempat yang meninabobokan iman kita. Mengapa?

1.   Zona nyaman dapat membuat kita tidak peka terhadap kehendak Allah
Kenyamanan sering kali membuat kita terlena dan lupa kalau sesungguhnya Tuhan menciptakan kita untuk menjadi alat kemuliaan-Nya.  Kenyamanan bisa membuat kita berpikir bahwa  hidup kita hanyalah soal diri kita, urusan kita, masa depan kita, mewujudkan mimpi-mimpi indah kita. Kita tidak lagi kita berpikir tentang apa rencana Tuhan menciptakan kita dalam dunia ini? Apa peran  yang Ia ingin kita lakukan dalam dunia ini untuk kemuliaan-Nya. Zona nyaman telah membuat Musa tidak lagi peka akan kehendak dan rencana Allah bagi hidupnya.
Paulus berkata kepada jemaat di Kolose, “Karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia” (Kol. 3:16). Kita adalah manusia ciptaan Allah. Kita bukan hanya sekadar produk dari hasil suatu perkawinan antara papa dan mama kita, tetapi produk buatan Allah yang didesain oleh Allah dengan suatu tujuan: untuk kesenangan Dia. Zona nyaman adalah kamar yang begitu menyenangkan bagi hidup kita, tetapi mungkin tempat kematian buat iman kita. Jangan sampai zona nyaman kita membuat kita kehilangan arah dalam hidup ini.

2.  Zona nyaman membuat kita tidak peka akan kebutuhan sesama kita.
Berada di zona nyaman mungkin bisa memberikan kita perasaan tenang. Setiap kebutuhan kita bisa terpenuhi. Tetapi, di sisi lain, jika kita terlalu lama asyik di dalamnya, kita tidak lagi peka akan kebutuhan sesama kita. Kita cenderung tidak mau peduli dengan apa yang terjadi pada orang lain: kebutuhan mereka, kesulitan mereka, jeritan dan tangisan mereka.
Empat puluh tahun Musa hidup dalam zona nyamannya sebagai gembala. Saya yakin dia masih berdoa, bersyukur, dan mendidik keluarganya untuk beribadah kepada Tuhan. Pada saat yang sama, di Mesir, jutaan orang sebangsanya sedang mengerang dalam siksaan perbudakan, menjerit dalam penindasan dan kesakitan. Tapi sekarang, ketika berada di zona nyaman, ia tidak lagi mendengar erangan orang-orang sebangsanya. Ia tidak lagi peka akan kebutuhan orang-orang sebangsanya.
Berbicara tentang ruang nyaman, Yesuslah pribadi yang memiliki ruang paling nyaman sejagat raya ini. Di ruang nyaman-Nya Ia tinggal sebagai Raja dari segala raja. Semua tunduk pada perintah-Nya. Tidak ada dosa di sana, tidak ada sakit penyakit di sana, tidak ada tangisan di sana, tidak ada kebencian di sana. Itu suatu tempat yang paling steril, kudus, dan mulia. Tapi dari kejauhan sana, Ia mendengar erangan penderitaan manusia, jeritan mereka yang tercengkeram dosa, dan tangisan ketidakberdayaan mereka. Karena itu, Ia turun ke dunia. Ia meninggalkan zona nyaman-Nya dan melayani manusia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar