ZONA
NYAMAN
Keluaran
3 : 10
“Jadi
sekarang, pergilah, Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umat-Ku,
orang Israel, keluar dari Mesir.”
Ringkasan Khotbah Pdt. Benny Solihin - Minggu, 06 April 2014
Istilah
comfort zone atau zona nyaman adalah istilah yang sudah lazim kita
dengar. Zona nyaman adalah sebuah zona atau wilayah di mana hidup kita merasa
nyaman di sana: tidak ada ketakutan, tidak kegelisahan dan segala sesuatu
berjalan sesuai dengan harapan. Namun, ketika kondisi ini berubah, kita akan
segera merasa tidak nyaman. Contohnya, ketika kita mendapat penugasan dari
instansi atau perusahaan kita bekerja untuk pindah ke luar kota atau ke luar
negeri. Itulah sebabnya, setiap kita selalu mempertahankan zona nyaman kita. Begitu
pula dengan Musa.
Ketika
Allah memanggil Musa untuk membebaskan bangsa Israel dari perbudakan orang
Mesir, seolah-olah Allah memaksa Musa untuk keluar dari zona nyamannya. Itulah
sebabnya ia berbantah-bantahan dengan Tuhan. Pada saat itu, Musa sudah berada
di tanah Midian selama 40 tahun. Sebagai peternak, ia sudah nyaman
kehidupannya. Ia hanya ingin menghabiskan hari tuanya dengan tenang bersama
dengan keluarganya.
Dalam
keadaan demikian, tiba-tiba Allah datang kepadanya dan berkata, “Pergilah, Aku
mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umat-Ku, orang Israel, keluar dari
Mesir.” Ini suatu perintah yang
mendatangkan perasaan tidak nyaman bagi Musa. Mengapa? Karena perintah ini
datangnya tiba-tiba dan menginterupsi rencana hidupnya. Selain itu, ia harus
masuk ke dalam suatu wilayah yang mencemaskan hatinya (Mesir) dan berhadapan
dengan sosok penguasa yang sangat menakutkan dirinya, Firaun. Ia pun harus
meninggalkan segala sesuatu yang telah dibangunnya selama ini.
Karena
itu, sebagai manusia normal, ia berontak kepada Allah. Dengan berbagai dalih,
ia berusaha untuk menolak perintah Tuhan itu. Ia berkata kepada Tuhan:
“Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel
keluar dari Mesir?” (3: 11); “Tetapi apabila aku mendapatkan orang Israel dan
berkata kepada mereka: Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan
mereka bertanya kepadaku: bagaimana tentang nama-Nya? Apakah yang harus kujawab
kepada mereka?” (3: 13, 14); “Bagaimana jika mereka tidak percaya kepadaku dan
tidak mendengarkan perkataanku, melainkan berkata: TUHAN tidak menampakkan diri
kepadamu?” (4: 1); “Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulu pun tidak
dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mu pun tidak, sebab aku berat mulut dan
berat lidah” (4: 10); “Ah, Tuhan, utuslah kiranya siapa saja yang patut Kautus”
(4: 13). Apapun argumen Musa, sebenarnya intinya cuma satu: ia tidak rela
meninggalkan zona nyamannya.
Zona
nyaman adalah kamar yang begitu menyenangkan bagi hidup kita, tetapi mungkin
bisa menjadi tempat yang meninabobokan iman kita. Mengapa?
1. Zona nyaman dapat membuat kita tidak peka
terhadap kehendak Allah
Kenyamanan
sering kali membuat kita terlena dan lupa kalau sesungguhnya Tuhan menciptakan
kita untuk menjadi alat kemuliaan-Nya.
Kenyamanan bisa membuat kita berpikir bahwa hidup kita hanyalah soal diri kita, urusan
kita, masa depan kita, mewujudkan mimpi-mimpi indah kita. Kita tidak lagi kita
berpikir tentang apa rencana Tuhan menciptakan kita dalam dunia ini? Apa
peran yang Ia ingin kita lakukan dalam
dunia ini untuk kemuliaan-Nya. Zona nyaman telah membuat Musa tidak lagi peka
akan kehendak dan rencana Allah bagi hidupnya.
Paulus
berkata kepada jemaat di Kolose, “Karena di dalam Dialah telah
diciptakan segala sesuatu yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang
kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala
sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia” (Kol. 3:16). Kita adalah
manusia ciptaan Allah. Kita bukan hanya sekadar produk dari hasil suatu
perkawinan antara papa dan mama kita, tetapi produk buatan Allah yang didesain
oleh Allah dengan suatu tujuan: untuk kesenangan Dia. Zona nyaman adalah kamar
yang begitu menyenangkan bagi hidup kita, tetapi mungkin tempat kematian buat
iman kita. Jangan sampai zona nyaman kita membuat kita kehilangan arah dalam
hidup ini.
2. Zona nyaman membuat kita tidak peka akan
kebutuhan sesama kita.
Berada
di zona nyaman mungkin bisa memberikan kita perasaan tenang. Setiap kebutuhan
kita bisa terpenuhi. Tetapi, di sisi lain, jika kita terlalu lama asyik di
dalamnya, kita tidak lagi peka akan kebutuhan sesama kita. Kita cenderung tidak
mau peduli dengan apa yang terjadi pada orang lain: kebutuhan mereka, kesulitan
mereka, jeritan dan tangisan mereka.
Empat
puluh tahun Musa hidup dalam zona nyamannya sebagai gembala. Saya yakin dia
masih berdoa, bersyukur, dan mendidik keluarganya untuk beribadah kepada Tuhan.
Pada saat yang sama, di Mesir, jutaan orang sebangsanya sedang mengerang dalam
siksaan perbudakan, menjerit dalam penindasan dan kesakitan. Tapi sekarang,
ketika berada di zona nyaman, ia tidak lagi mendengar erangan orang-orang
sebangsanya. Ia tidak lagi peka akan kebutuhan orang-orang sebangsanya.
Berbicara
tentang ruang nyaman, Yesuslah pribadi yang memiliki ruang paling nyaman
sejagat raya ini. Di ruang nyaman-Nya Ia tinggal sebagai Raja dari segala raja.
Semua tunduk pada perintah-Nya. Tidak ada dosa di sana, tidak ada sakit
penyakit di sana, tidak ada tangisan di sana, tidak ada kebencian di sana. Itu
suatu tempat yang paling steril, kudus, dan mulia. Tapi dari kejauhan sana, Ia
mendengar erangan penderitaan manusia, jeritan mereka yang tercengkeram dosa,
dan tangisan ketidakberdayaan mereka. Karena itu, Ia turun ke dunia. Ia
meninggalkan zona nyaman-Nya dan melayani manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar