Mengecek
Kesehatan Pernikahan
Pdt.
Paul Gunadi
Memasuki
usia paro-baya ini saya semakin disadarkan akan pentingnya bertubuh sehat.
Untuk itu secara rutin saya mengecek kesehatan melalui tes darah dan
sebagainya. Pernikahan pun memerlukan uji kesehatan. Ada baiknya secara berkala
kita memeriksa kondisi pernikahan kita dan dengan jujur melihat keadaan
sesungguhnya. Ingat, pencegahan selalu lebih baik daripada pengobatan. Pada
kesempatan ini saya ingin membagikan dua indikator untuk menguji kesehatan
pernikahan kita.
Pertama,
pernikahan yang sehat akan membuat kita menjadi individu yang lebih sehat. Saya
teringat akan komentar orang tentang Warren Bennis, seorang pakar kepemimpinan
di Amerika Serikat, "Bekerja dengan Warren Bennis merupakan sebuah
pengalaman yang transformatif. Saudara tidak akan menjadi orang yang sama -
sebelum dan sesudahnya. Sesuatu terjadi pada diri Saudara - Ia membuat orang
menjadi versi baru yang lebih baik daripada sebelumnya." Pernikahan
mentransformasi kita; masalahnya ialah, apakah kita menjadi orang yang lebih
baik atau sebaliknya, menjadi orang yang lebih buruk, setelah menikah.
Saya
menyadari ada orang yang justru bertumbuh matang karena menjalani pernikahan
yang buruk. Sebetulnya, kita bertumbuh matang bukan karena pernikahan yang
buruk itu. Dalam anugerah Tuhan, Ia membentuk kita menjadi individu yang
tangguh agar kita kuat melewati hari-hari pernikahan kita yang menyakitkan itu.
Meski buah roh seperti kesabaran dan penguasaan diri muncul di tengah
pengalaman yang tidak menyenangkan itu, namun menurut saya, sesungguhnya semua perubahan
karakter itu terjadi agar kita sanggup mengatasi situasi hidup yang buruk itu.
Pernikahan
yang sehat menghasilkan pribadi yang sehat pula - bahkan lebih sehat dari
sebelumnya - dan perubahan karakter terjadi bukanlah untuk menambah kesanggupan
kita melewati situasi kehidupan yang sulit, sebagaimana yang terjadi dalam
pernikahan yang buruk. Di dalam pernikahan yang buruk, kita mengalami tempaan
tanpa memperoleh imbalan dari pernikahan itu sendiri. Misalnya, kita terpaksa
mengalah dan menyerah karena itulah satu-satunya pilihan yang tersedia. Namun,
mengalah dan menyerah tidaklah membuat kita menerima perlakuan yang membangun
dari pasangan kita. Kemungkinan besar, mengalah dan menyerah hanyalah upaya
untuk menyelamatkan pernikahan atau diri kita dari kehancuran yang lebih
dahsyat.
Sebaliknya,
di dalam pernikahan yang sehat, kita mengalami tempaan karakter disertai
imbalannya. Ada waktu tertentu kita mengalah (bukan menyerah) dan sebagai
imbalannya, pasangan kita memuji atau mengagumi perbuatan kita. Atau, ia malah
terdorong untuk turut mengalah sehingga pada akhirnya, kerelaan untuk mengalah
dan mengutamakan kepentingan bersama menjadi sesuatu yang alamiah untuk
dilakukan. benar-benar sebuah imbalan yang tak ternilai! Alhasil, transformasi
karakter tercipta dan kita menjadi versi yang lebih baik dari sebelumnya. Ini
indikator pertama untuk mengecek apakah kita mempunyai pernikahan yang baik.
Kedua,
pernikahan yang sehat adalah pernikahan yang swasembada - mendapatkan kecukupan
berkat usaha sendiri. Ada satu kutipan dari Nathanael Hawthorne yang menyentuh
hati saya, "Ia (she) adalah satu-satunya orang di dunia ini yang saya
perlukan." Pernikahan yang sehat membuat kita menjadi orang yang
berorientasi ke dalam perkawinan sendiri. Kita tidak perlu keluar mencari-cari
pemenuhan kebutuhan kita sebab kita sudah dan bisa memperolehnya dari pasangan
sendiri.
Sebaliknya
dengan pernikahan yang buruk. Di dalam pernikahan ini kita merasakan kehampaan
dan kita tidak dapat bergantung pada pasangan kita untuk memenuhi kebutuhan
kita. (Bukankah acap kali dia adalah bagian atau bahkan penyebab dari kehampaan
itu?) Akibatnya, kita tergoda menoleh keluar untuk mendapatkan pemenuhan
kebutuhan kita melalui berbagai cara, dari yang relatif sehat sampai yang tidak
sehat dan berdosa, seperti bekerja, kegiatan pelayanan, curhat dengan teman,
berselingkuh, dan sebagainya. Itu sebabnya, saya mengamati pernikahan yang
tidak sehat sangat memerlukan topangan dari orang atau unsur lain. Tanpa
topangan yang lain, niscaya runtuhlah pernikahan itu.
Saya
menyadari bahwa tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi oleh pasangan kita dan
seyogianyalah kita bersikap realistik akan hal ini. Namun, saya berkeyakinan,
dengan berjalannya waktu (Ingat, semua ini tidak terjadi dalam sekejap!),
pernikahan yang sehat akan mengubah kita menjadi lebih terampil memenuhi
kebutuhan pasangan kita. Dengan kata lain, semakin lama kita menikah,
seharusnya semakin cekatan kita memenuhi kebutuhan masing-masing dan semakin
kecil kebutuhan yang harus dipenuhi oleh unsur-unsur luar.
Saya
berharap Saudara dapat memanfaatkan dua uji kesehatan ini. Duduklah bersama dan
bicarakanlah dengan pasangan masing-masing. Nilai yang tinggi akan membuat kita
makin bersemangat memelihara pernikahan kita. Nilai yang rendah seharusnya
membuat kita prihatin dan tergerak untuk memperbaharui pernikahan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar